Selain pertumbuhan fisik atau tubuh, perkembangan emosi juga wajib menjadi perhatian Anda sebagai orang tua, lho!

Sebab, aspek emosi anak inilah yang kelak akan memengaruhi bagaimana buah hati Anda mengatasi berbagai peristiwa yang berhubungan dengan emosi. Misalnya mengatasi rasa takut, mengelola rasa marah, hingga meningkatkan rasa percaya diri sampai ia dewasa ini.

Definisi Perkembangan Emosi

Secara garis besar, perkembangan emosi mengacu pada kemampuan seseorang dalam mengenali, mengekspresikan, dan mengelola perasaannya pada berbagai tahap kehidupan, dan memiliki empati bagi orang lain. Perkembangan emosi pada anak, baik positif maupun negatif, sangat dipengaruhi oleh hubungan dengan orang tua, saudara kandung, dan teman.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dijelaskan secara rinci tahapan perkembangan emosi pada anak sejak bayi hingga anak menginjak usia remaja. Penjelasan di bawah ini juga merinci tahapan perkembangan pada rentang usia tertentu.

Tahapan Perkembangan Emosi Bayi

Perkembangan aspek emosional pada anak sudah dimulai sejak bayi, bahkan perkembangannya berlangsung dengan pesat di tahun pertama. Hal ini juga dinyatakan oleh pimpinan program Healthy Steps Montefiore Medical Center New York, Rahin Briggs, Psy.D. dan dilansir dari Parents.

1. Usia 0-3 bulan

  • Menunjukkan emosi senang dan kesal, yang muncul di saat-saat tertentu karena gerak fisik yang masih sangat terbatas.
  • Menginjak 2 bulan, bayi akan mulai lebih sering melihat objek-objek di sekitarnya. Salah satu tandanya adalah menujukkan senyuman pertamanya untuk merespon senyuman yang Anda tunjukkan.
  • Membuat gerakan fisik lain, seperti menggoyangkan kaki dan membuka tangan lebar-lebar, sebagai ekspresi rasa senang.
  • Latihlah emosi bayi pada periode 3 bulan pertama dengan rajin mengajak bayi berbicara. Biasanya, bayi akan membuka mata dan mulutnya lebar-lebar, dan mulai mengoceh karena ingin diperhatikan.

2. Usia 4-7 bulan.

  • Sistem saraf yang makin berkembang membuat bayi mulai bisa menanggapi hal-hal penyebab senang atau kesal (misal, tertawa saat digelitik).
  • Sudah bisa membedakan wajah orang tua, dan menunjukkan rasa tak nyaman jika didekati orang asing sehingga pilih-pilih orang yang boleh menggendong bayi.
  • Rasa penasaran meningkat karena sudah mulai sering tengkurap dan merangkak, sehingga ingin menjangkau benda-benda di sekitar. Bayi jadi berteriak kalau benda yang diinginkan tidak bisa dijangkau, atau menjatuhkan benda karena kecewa.
  • Sudah mulai mengoceh dan meniru yang dilakukan orang tua.

3. Usia 8-12 bulan.

  • Sudah mengenal emosi lain, termasuk malu dan takut. Jadi, rasa malu atau takut karena bertemu orang asing pada periode usia ini adalah hal lumrah.
  • Mulai merasakan cemas.
  • Sudah mulai bisa berkata “tidak”, bahkan menunjukkan tantrum agar kemauannya dituruti.
  • Sudah mulai merasa cemburu jika ada anak lain mendekati orang tua.

Tahapan Perkembangan Emosi Balita

Pada usia balita perkembangan emosi tidak hanya soal mengatur emosi yang terdapat di dalam diri anak, tapi juga pengaruhnya terhadap perilaku anak sampai dewasa kelak. Pada tahap ini, anak sudah lebih berkembang karena sosialisasi dengan orang lain dan teman sebaya.

1. Usia 1-3 tahun.

  • Perkembangan aspek emosional balita cukup dinamis, tapi belum stabil, yang ditunjukkan oleh tantrum.
  • Anak sudah bisa diajari untuk mandiri karena sudah bisa melakukan beberapa aktivitas sendiri, seperti sikat gigi, cuci tangan, menyebut nama teman, memakai dan melepaskan baju, dan sebagainya.
  • Peningkatan rasa ingin tahu yang pesat. Jadi, meskipun anak sudah mulai menunjukkan kemandirian, tetap dampingi untuk memantau perkembangannya.

2. Usia 3-4 tahun.

  • Secara perlahan, anak sudah mulai mengenali emosi sehingga dapat dibimbing untuk mengendalikan emosinya.
  • Kemandirian makin meningkat karena anak pada periode usia ini sudah bisa memainkan games interaktif dan membuat sarapan sendiri (misal roti atau sereal).

3. Usia 4-5 tahun.

  • Makin mengenal emosinya sendiri, sehingga makin mampu mengendalikannya. Tapi, sisi egois juga masih bisa hadir kalau mood anak sedang kurang baik.
  • Mulai bisa menghibur teman yang sedih.
  • Selera humor mulai muncul.
  • Mulai muncul keinginan untuk menghibur dengan berbagai cara, seperti bertingkah lucu, untuk menarik perhatian orang lain.

Tahapan Perkembangan Emosi Anak SD

1. Usia 5-7 tahun.

  • Rasa empati berkembang makin besar.
  • Mulai bisa membangun dan menjaga hubungan positif dan persahabatan dengan orang lain.
  • Mulai bisa mengembangkan rasa moralitas.
  • Mulai bisa mengendalikan perilaku yang impulsif (muncul tiba-tiba).
  • Anak makin memahami, mengidentifikasi, dan mengelola emosinya.
  • Mulai membentuk konsep diri yang positif, serta keyakinan diri.
  • Berkembang jadi lebih tangguh.
  • Semakin menunjukkan kemandiriannya, seperti menata barang-barangnya sendiri hingga membuat keputusan sendiri.
  • Mampu membentuk opini tentang nilai-nilai moral, belajar soal benar dan salah, serta bernegosiasi.
  • Mulai memahami sudut pandang yang berbeda-beda.
  • Mulai lebih banyak berpikir soal identitas dirinya.
  • Mulai menerima bahwa orang tua tidak harus selalu bisa segalanya.

2. Usia 8-9 tahun.

  • Menyesuaikan diri dan diterima oleh lingkungan pergaulan, serta mulai bertanya-tanya apakah ia cocok di lingkungan pergaulan tertentu.
  • Punya sahabat.
  • Kemampuan bekerja sama yang makin kuat.
  • Menyesuaikan diri dengan perkembangan tubuh secara gender dan seksual, dan menghadapi perasaan soal penampilan dirinya.
  • Terus-menerus mengubah pernyataan tentang identitas dirinya.
  • Makin memelajari soal nilai dan kepercayaan, dan sering kali menerapkan nilai etis tertentu.
  • Makin mandiri dan individualis, seperti menginginkan waktu untuk diri sendiri hingga menunjukkan ketidakpatuhan di rumah maupun sekolah.

3. Usia 10-12 tahun.

  • Berperilaku sesuai situasi yang dihadapi.
  • Meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
  • Belajar menyelesaikan konflik interpersonal dan memahami perbedaan antara respons pasif, asertif, dan agresif.
  • Makin mandiri dan bertanggung jawab atas tindakannya.
  • Menghargai dan menghormati aturan serta otoritas.
  • Tahu bagaimana harus bersikap dengan layak dan aman di dunia maya.
  • Mengelola perubahan emosi yang dikarenakan oleh pubertas.
  • Keyakinan diri yang meningkat dengan fokus pada kelebihan dan belajar menerima kekurangan.
  • Cenderung menjauh dari keluarga dan mendekat ke teman-teman.
  • Belajar menangani isu dan kekhawatiran soal hubungan dan seksualitas.
  • Belajar mengelola perasaan yang dianggap membingungkan, seperti rasa marah dan ingin memberontak.
  • Belajar menerima diri sendiri apa adanya.

Tahapan Perkembangan Emosi Remaja

1. Usia 13-14 tahun.

  • Mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan.
  • Rasa ingin mandiri yang makin besar dengan makin melibatkan diri dengan teman-teman dan hobi.
  • Cenderung mengembangkan hubungan persahabatan yang kuat dengan teman, terutama yang jenis kelaminnya sama.
  • Cenderung kurang memedulikan urusan keluarga dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri di kamar.

2. Usia 15-18 tahun.

  • Sudah mulai terlihat dewasa, tapi masih memiliki perilaku kekanakan.
  • Remaja yang belum menemukan identitas pribadi dan kemandiriannya cenderung masih menunjukkan perilaku memberontak.
  • Cenderung fokus pada penampilan, cara berbicara, sampai pandangan politiknya sebagai cara untuk menilai bagaimana dirinya terlihat di depan orang lain untuk membantu anak menentukan siapa dirinya.
  • Biasanya cenderung lebih nyaman dengan identitas diri seiring bertambahnya usia, dan memandang teman sepergaulan sebagai orang-orang yang makin penting.
  • Dapat mengembangkan hubungan kuat dengan orang dewasa sebagai mentor anak, atau dengan anak yang lebih muda.
  • Mulai menghabiskan waktu dengan kelompok teman yang beragam jenis kelaminnya.
  • Mulai menginginkan hubungan yang intim dan akrab.

Perkembangan Emosi Anak dengan Autisme

Pada umumnya, anak dengan autisme sering kesulitan dalam mengenali dan mengendalikan emosinya. Dan dengan bantuan Anda sebagai orang tua, perkembangan emosi anak pasti dapat dikembangkan agar anak bisa memahami dan memberikan respons yang sesuai terhadap lingkungan dan orang lain di sekitarnya.

Anda barangkali sudah lebih memahami bagaimana aspek emosional anak berkembang sejak lahir sampai ia remaja. Akan tetapi, pada anak dengan autisme, hal-hal yang normal dialami anak barangkali tidak bisa Anda temukan. Pada umumnya, anak dengan autisme kesulitan untuk:

  • Mengenali ekspresi wajah dan emosi di baliknya.
  • Menirukan atau menggunakan ekspresi emosional.
  • Memahami dan mengendalikan emosinya sendiri.
  • Memahami dan mengartikan emosi,

Bagi Anda orang tua yang memiliki anak dengan autisme, ada berbagai cara yang bisa Anda lakukan agar anak bisa belajar soal perasaan, sehingga akhirnya ikut meningkatkan perkembangan emosi anak.

Beberapa ide yang bisa dilakukan seperti:

  • Melabeli emosi dalam konteks yang alami. Misalnya menjelaskan bahwa tersenyum adalah tanda bahagia.
  • Menanggapi emosi anak secara responsif. Contohnya ketika anak tersenyum, jelaskan bahwa ia sedang senang. Anda juga bisa menggunakan respons lain, misalnya mengajak anak untuk tos dan menyebutkan bahwa Anda sedang bersemangat.
  • Upayakan untuk mendapat perhatian anak saat Anda berbicara dengannya.
  • Ajak anak untuk melakukan kontak mata saat sedang berinteraksi.
  • Menggunakan kartu emosi.

Referensi : Emotional Development in Childhood

____________________________________

Stella Maris School adalah sekolah internasional dan nasional untuk anak KB/TK hingga SMA. Salah satu visi Stella Maris yaitu “Menjadi Sekolah Dasar Terdepan dalam Penanaman Karakter Berlandaskan Iman Kristiani”. Tidak hanya mengembangkan kemampuan akademis tapi juga non akademis sesuai usia dan talenta siswa dengan tetap memperhatikan sisi psikologis. Hubungi kami untuk bertanya lebih lanjut tentang pengajaran di Stella Maris, pendaftaran sekolah ataupun beasiswa.

  • Post author:
  • Reading time:8 mins read